Sabtu, 09 Juli 2011

Situ Wanayasa

 
 
Situ Wanayasa terletak di Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, sekitar 23 km dari Kota Purwakarta atau 83 km dari Bandung. Situ Wanayasa, merupakan sebuah danau (situ) dengan luas sekitar 7 hektar, dikelilingi pohon-pohon, bukit-bukit hijau, air danaunya bersih dan alami. 

Memiliki ketinggian sekitar 600 meter dari permukaan laut dengan temperatur udara rata-rata berkisar antara 17 sampai dengan 20 derajat Celsius.yang tampak gambar di atas adalah sebuah bukit kecil yang di tumbuhi oleh pohon pinus, dan bukit ini terletak di tengah tengah situ wanayasa.

Prasarana yang sudah tersedia, listrik, telepon dan kendaraan umum. Untuk meningkatkan akses dan kenyamanan bagi pengunjung, jalan menuju Situ Wanayasa telah dihotmix, penataan Gedung Kewedanaan menjadi sarana aktifitas kebudayaaan dan pembangunan sarana wisata berupa Guest House. Pada tahun 2007 Badan Pariwisata Kabupaten Purwakarta telah melakukan upaya penataan kawasan Situ Wanayasa, antara lain pembuatan gazebo, yang dapat dimanfaatkan pengunjung untuk tempat beristirahat sambil menikmati keindahan panorama Situ Wanayasa, selain itu pula telah dibuat juga jembatan semi permanen yang menghubungkan dari sisi ke pulau kecil yang terletak ditengah situ, sehingga kini pulau kecil yang berada ditengah situ dapat dicapai pengunjung dengan mudah, dimana dalam tahun yang sama telah dilakukan pula penataan taman ditengah Situ tersebut, antara lain penyediaan beberapa tempat duduk yang dapat dipakai pengunjung untuk bersantai.

Untuk sarana wisata air yang ada pada saat ini ( 7 unit sepeda air) belum dapat dioperasikan, pada saat ini sedang disusun regulasi/juknis untuk pengoperasian dan pengamanan sarana wisata iar tersebut.

Situ Wanayasa merupakan kawasan wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena secara geografis pariwisata, terletak di antara Tangkuban Parahu, Ciater dan danau Jatiluhur


Asal Usul Dari Situ Wanayasa.

Wanayasa adalah daerah yang tak terlepas dari sejarah Purwakarta.
Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur kali Citarum/Cibeet dan sebelah Barat kali Cipunagara. Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung.

Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibu kota Kabupaten di Wanayasa. Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih, yang kemudian diberi nama “PURWAKARTA” yang artinya Purwa: permulaan, karta: ramai/hidup. Diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.

  
sumber: www.purwakarta.go.id

Gedung Karesidenan, Purwakarta


Gedung Karesidenan berada di Jl. K.K. Singawinata sebelah selatan Situ Buleud. Secara administratif termasuk di wilayah Kampung Upas, Kelurahan Nagri Kidul, Kecamatan Purwakarta, tepatnya pada koordinat 06° 33' 543" Lintang Selatan dan 107° 26' 803" Bujur Timur. Pembangunan Gedung Karesidenan berkaitan erat dengan status Purwakarta sebagai ibukota Karesidenan Karawang. Pada awal masa pemerintahan Bupati Sastra Adiningrat I (tahun 1854), Purwakarta menjadi ibukota Keresidenan Karawang. Akan tetapi, untuk beberapa waktu lamanya, residen Karawang tetap berkedudukan di kota Karawang. Dalam waktu tertentu ia datang ke Purwakarta. Hal itu disebabkan di kota Purwakarta belum dibangun gedung keresidenan dan belum ada sarana transportasi yang memadai. Kedudukan kota Purwakarta sebagai pusat pemerintahan keresidenan, telah menimbulkan perubahan situasi kota tersebut. Sejak waktu itu dinamika kehidupan di kota Purwakarta makin mengarah pada kehidupan modern.

Gedung Keresidenan di Purwakarta baru dibangun seiring dengan pembangunan jalan kereta api antara Batavia – Padalarang lewat Purwakarta pada awal abad ke-20. Jalur kereta api Karawang – Purwakarta (41 kilometer) diresmikan tanggal 27 Desember 1902. Jalur itu sampai di Padalarang tahun 1906. Dengan demikian, gedung keresidenan di Purwakarta mungkin dibangun sekitar tahun 1902.

Setelah gedung keresidenan selesai dibangun dan transportasi kereta api Batavia – Padalarang lewat Purwakarta dibuka, residen Karawang pindah dari Karawang ke Purwakarta. Keberadaan gedung keresidenan dengan arsitektur modern, mengubah suasana kota mengarah ke kota modern.

Pada zaman Pendudukan Jepang, gedung tersebut menjadi Honbu Kenpeitai (Markas Polisi) Jepang, bagian dari pasukan Detasemen Syoji. Rupanya pihak Jepang memahami arti penting Purwakarta bagi mereka. Sejak waktu itu situasi dan kondisi di Purwakarta tentu mengalami perubahan, baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang sosial ekonomi. Pada zaman revolusi kemerdekaan, Gedung Keresidenan difungsikan sebagai Markas Resimen V pimpinan Letnan Kolonel Sumarna.
Gedung Karesidenan menempati lahan yang cukup luas. Bangunan utama berada di tengah halaman. Di depan bangunan utama terdapat taman, demikian juga di samping kiri dan kanan.

Arsitektur gedung utama berlanggam Indische Empire Stijl. Bentuk dan gaya bangunan itu mirip dengan Gedung Pakuan (bekas Gedung Keresidenan Priangan) di kota Bandung. Lantai bangunan ditinggikan sekitar 0,5 m dari halaman. Untuk memasuki bangunan utama terdapat dua jalan berupa tangga yang terdapat di bagian tengah. Ruangan yang berada paling depan merupakan serambi terbuka beratap seperti kanopi dari bahan seng. Tiang penyangga atap serambi berbentuk segi delapan dengan gaya khas kolonial dari bahan kayu. Pembatas serambi depan bagian bawah merupakan semacam pagar kayu bermotif trawangan. Pada bagian serambi depan ini terdapat dua kamar yang berada di ujung kanan dan kiri. Pintu masuk kamar berhadap-hadapan pada sisi dalam. Jendela kamar berdaun ganda. Daun jendela bagian luar merupakan jendela kayu disusun bersap-sap (jalusi) dan bagian dalam jendela kaca. Serambi dan ruang dalam dihubungkan oleh pintu depan yang bentuknya seperti pintu kamar. Atap bangunan utama dari bahan genteng berbentuk persegi. Antara atap bangunan utama dan atap serambi terdapat lubang ventilasi yang ditutup dengan ukiran kayu trawangan bermotif bintang atau bunga bersudut. Hiasan seperti ini juga terdapat pada bagian samping.

Di kanan dan kiri bangunan utama terdapat bangunan semacam paviliun beratap rumah kampung memanjang ke belakang. Antara pavilyun dan bangunan induk dihubungkan melalui koridor terbuka (doorloop). Sekarang gedung Karesidenan difungsikan untuk kantor Badan Koordinasi Wilayah Purwakarta.

Keletakan Gedung Karesidenan di jantung kota Purwakarta menjadikan gedung ini sangat strategis. Artinya masyarakat baik lokal maupun pendatang akan mudah menganal sejarah Purwakarta. Tetap dipertahankannya baik arsitektur maupun fungsi menjadikan gedung ini sebagai sarana untuk lebih memahami Purwakarta khususnya dari aspek sejarah sosial politik dan sejarah arsitektur khususnya.